Latar Belakang
Latar belakang kami dalam mengangkat tema komunikasi lintas budaya tentang interaksi Pekerja Seks Komersial yang ada di Pasar Kembang dengan warga masyarakat sekitar Pasar Kembang, salah satunya adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara Pekerja Seks Komersial tersebut dengan warga sekitar. Apakah terjalin hubungan baik atau mengalami sebuah konflik yang terpendam. Serta timbal balik apa yang diberikan kepada warga masyarakat sekitar dengan adanya Pekerja Seks Komersial. Selaku mereka adalah mayoritas warga merantau dan kemudian tinggal di daerah tersebut. Seperti yang kita ketahui sebagai warga pendatang, seseorang harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Seperti kebiasaan bertingkah laku, bahasa, dan kebudayaan. Disini kami mempelajari bagaimana seseorang Pekerja seks Komersial tersebut melakukan sebuah komunikasi lintas budaya dengan warga masyarakat sekitar. Dengan beragamnya macam-macam kebudayaan yang terkumpul di daerah pasar kembang terutama kampung Sosrowijayan, maka komunikasi lintas budaya akan semakin lebih banyak berkembang dan akan menjadikan sebuah pembelajaan untuk menghargai sebuah kebudayaan dari daerah lain. Sehingga akan mengurangi terjadinya sebuah kesalahpahaman yang sering terjadi antara kebudayaan yang satu dengan yang lain.
Melakukan sebuah komunikasi lintas budaya adalah merupakan hal yang sangat sulit sekali, karena kita harus saling menghargai terlebih dahulu sebuah perbedaan yang ada dalam kebudayaan kita masing-masing. Apalagi yang melakukan sebuah interaksi sosial adalah orang–orang yang bisa dibilang mempunyai rasa tenggang rasa yang cukup rendah di masyarakat. Seperti seseorang merantau kesuatu tempat untuk melakukan sebuah aktivitas yang tidak lazim dimasyarakat. Dalam hal ini bagaimana sikap seorang Pekerja Sek Komersial dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, walaupun daerah yang mereka tempati sangat mendukung secara profesi, tetapi secara tingkah laku masyarakat sekitar belum tentu berpendapat sama dengan Pekerja Seks Komersial tersebut.
Dan bagaimana tanggapan atau respon masyarakat sekitar terhadap para pendatang tersebut. Hal lain yang menarik dari tema ini adalah bagaimana seorang Pekerja Seks Komesial tersebut melakukan pofesinya dengan tanpa mengganggu kegiatan masyarakat dan menghargai adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku dimasyarakat sekitar, serta bagaimana memberikan timbal balik kepada masyarakat sekitar Pasar Kembang terutama warga kampung Sosrwijayan. Dengan adanya sebuah interaksi sosial antara kedua kebudayaan yang berbeda, diharapkan akan terjadinya sebuah komunikasi lintas budaya yang memungkinkan akan menimbulkan kejadian-kejadian yang diluar dugaan. Seperti terjadinya miss komunikasi baik antara masyarakat sekitar dengan pekerja seks komersial yang berasal dari luar kota, maupun antar sesama Pekerja Seks Komersial. Kami berharap dengan mengangkat tema ini, kami bisa mengetahui seberapa besar rasa toleransi antara pekerja seks komersial dengan warga masyarakat sekitar Pasar Kembang.
PANDANGAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) PASAR KEMBANG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR.
Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah salah satu fenomena sosial yang ada dimasyarakat. Profesi seperti ini memang dipandang sebelah mata oleh masyarakat, karena profesi tersebut melanggar norma sosial dan agama yang ada. Pekerjanya pun sering terpinggirkan, mendapat hujatan, dan biasanya menerima perlakuan kasar dimasyarakat. Dari pihak pemerintah pun kurang memberikan perhatian terhadap Pekerja Seks Komersial tersebut. Seharusnya keberadaan dari Pekerja Seks Komersial ini harus diperhatikan oleh pemerintah, baik dengan memberikan sosialisasi tentang kesehatan, atau dengan memberikan pelatihan-pelatihan kerja, supaya dapat memberdayakan segala kemampuannya untuk melakukan pekerjaan lain yang lebih baik.
Keberadaan mereka yang tidak teroganisir sering kali mengganggu kenyaman kota, karena dengan banyaknya para pekerja sek komersial disuatu kota, maka akan menimbulkan pula penilaian yang kurang baik terhadap kota tersebut. Di kota Yogjakarta para Pekerja Seks Komersial memang tergolong cukup banyak sehingga cukup mengganggu kenyamanan kota. Tetapi dari pihak pemerintah kota Yogyakarta telah memberikan suatu tempat, bagi Pekerja Seks Komersial yang ada dikota ini. Tempat tersebut berada didaerah Jln. Pasar Kembang, kampung sosrowijayan, tepatnya gang sebelah utara statiun Tugu Yogyakarta. Walaupun tempat tersebut belum secara resmi disyahkan oleh peraturan daerah kota Yogyakarta, tetapi tempat tersebut setidaknya sudah banyak memberikan solusi atau jalan keluar bagi pemerintah ataupun bagi para Pekerja Seks Komersial sendiri. Karena kalau dipandang dari segi tatanan kota, memang cukup membantu sekali, dengan dijadikan satu tempat maka akan para Pekerja Seks Komersial tersebut tidak akan berkeliaran dipinggir-pinggir jalan. Sedangkan kalau dipandang dari segi kesehatan, penempatan Pekerja Seks Komersial menjadi satu, disuatu tempat tersendiri. Maka akan mempermudah untuk menanggulagi penyebaran penyakit AIDS yang biasanya diderita oleh para Pekerja Seks Komersial tersebut. Karena dengan dikumpulkan pada satu tempat maka, pemerintah dapat menggontrol penyebaran virus AIDS, sehingga virus tersebut akan sulit berkembang dimasyarakat luas. Dalam memenuhi tugas Komunikasi Lintas Budaya kami melakukan sebuah penelitian terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berada di kota Yogjakarta tepat didaerah kampung Sosrowijayan. Dalam penelitian tersebut kami melakukan perbincangan dengan Pekerja Seks Komersial sebut saja (Dewi dan Nining). Kami bertemu dengan mereka langsung ke tempat kerjanya, sebelumnya memang kami sudah mendapat suatu informasi terlebih dahulu tentang mereka dari teman kami.
Mereka berdua memang bukan warga asli Yogyakarta, melainkan berasal dari daerah sekitar Madiun. Keberadaan mereka di daerah Pasar Kembang tepatnya daerah lokalisasi Sosrowijayan sudah sekitar 3 tahunan. Mereka sudah sangat dekat dengan warga sekitar, sebab masyarakat sekitar Pasar Kembang merasa tidak terganggu akan kehadiran mereka, masyarakat sekitarpun menyadari kalau mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dikarenakan sebagian besar memiliki latar belakang yang sama. Disamping itu mereka juga sangat mentaati peraturan yang berlaku di masyarakat sekitar, sehingga mereka merasa berada di daerah asal mereka sendiri.
Dewi sebagai salah satu Pekerja Seks Komersial yang berada disana, juga mengatakan hal yang sama tentang tanggapan masyarakat sekitar mengenai dirinya dan teman-teman seprofesinya. Diapun menganggap masyarakat sekitar di kampung Sosrowijayan sebagai keluarganya yang kedua. Soal sering terjadinya miss komunikasi antar PSK maupun dengan masyarakat, yang disebabkan mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Itupun tidak menjadi masalah. Dengan adanya rasa toleransi dan adanya rasa terbuka, maka hal semacam itu tidak menjadi masalah. Dewi dan teman-temannya pun juga sangat menghargai kebiasaan-kebiasaan dan kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat sekitar, bahkan sering kali dia ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sedang berlangsung masyarakat. Seperti mengikuti kegiatan pengajian yang dilakukan setiap 1 minggu sekali, pengajian ini merupakan program dari masyarakat Sosrowijayan untuk memberikan kajian rohani kepada masyarakatnya. Dalam kegitan pengajian tersebut dijadikan tempat bagi Pekerja Seks Komersial untuk berkumpul dengan warga sekitar. Kegiatan lain yang sering dilakukan oleh Dewi dan teman-temannya selain pengajian adalah berolahraga senam disetiap hari selasa dan jumat sore. Senan ini menjadi kegiatan yang paling ia sukai karena disamping dapat berolahraga secara bersama-sama, juga sering dijadikan sebagai tempat ngobrol bagi ibu-ibu. Dengan terjalinnya sebuah hubungan yang sangat baik tersebut, bahkan ibu-ibu dan para Pekerja Seks Komersial tersebut sepakat untuk membentuk sebuah organisasi wanita yang diberi nama “BUNGA SEROJA”. Organisasi ini menjadi salah satu wadah untuk menghimpun dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial yang akan dilaksanakan oleh warga sekitar. Para Pekerja Seks Komersial pun menjadi terorganisi keberadaannya. Organisasi “BUNGA SEROJA” juga sering kali membantu pemerintah dalam melakukan pendataan tentang jumlah Pekerja Seks Komersial yang tinggal dikampung Sosrowijayan dan membantu program dari dinas kesehatan mengenai penggontrolan penyebaran virus HIV. Cara yang dilakukan adalah mengumpulkan para Pekerja Seks Komersial di balai kesehatan kampung Sosrowijayan dan melakukan imunisasi virus HIV bersama setiap 1 bulan sekali. Sehingga penyebaran virus tersebut dapat dikendalikan penyebarannya. Selain dapat membantu program dari pemerintah, setiap Pekerja Seks Komersialpun memang harus memeriksakan dirinya sendiri untuk mencegah terjangkitnya virus HIV pada dirinya.
Hal lain yang sering dilakukan oleh Dewi, Nining dan teman-teman seprofesinya dikampung sosrowijayan adalah dengan mengadakan perkumpulan ibu-ibu seperti arisan. Banyak yang memanfaatkan perkumpulan ini sebagai media bisnis sampingan. Karena disetiap pertemuan, masing-masing ibu-ibu dan para Pekerja Seks Komersial selalu membawa barang dagangan yang bermacam-macam mulai dari pakaian, makanan, asesoris, bahkan ada juga yang menawarkan berbagai macam make up. Nining sebagai salah satu diantara mereka, juga sering membawa berbagai macam pakaian untuk ditawarkan kepada teman-temannya dan ibu-ibu warga kampung Sosrowijayan. Kedekatan antara kedua belah pihak ini, akan memicu hubungan yang baik, dan akan mengurangi terjadi konflik antara keduanya.
PANDANGAN MASYARAKAT SEKITAR PASAR KEMBANG TERHADAP PARA PEKERJA SEKS KOMERSIAL.
Kampung Sosrowijayan adalah salah satu daerah yang berada di kota Yogyakarta, tepatnya berada di Jln. Pasar Kembang dan berada disebelah utara stasiun Tugu Yogyakarta. Mayoritas warga Yogyakarta dan sekitarnya mengetahui tentang keberadaanya sebagai tempat lokalisasi yang ada di Yogyakarta. Banyak juga wisatawan yang menganggap tempat ini sebagai salah satu tempat “obyek wisata”. Sehingga sering kali wisatawan dari luar kota yang ingin pergi kesana, walaupun hanya sekedar jalan-jalan dan cuci mata saja.
Dengan banyaknya orang yang berkunjung dikampung Sosrowijayan maka, kampung ini menjadi bertambah ramai. Para pengunjung biasanya datang pada malam hari, sekitar jam 9 malam sampai pagi hari. Bahkan ada juga yang menginap berhari-hari disana. Sehingga secara tidak langsung kedatangan para pengunjung yang datang ke kampung Sosrowijayan pada malam hingga pagi hari dapat mengganggu ketenangan setiap warga masyarakat Sosrowijayan. Tetapi didalam prakteknya, masyarakat sekitar Sosrowijayan dan bahkan warga masyarakat sepanjang Jln. Pasar Kembang malah seperti mendapat sebuah rejeki. Karena dengan semakin banyaknya para pengunjung kampung tersebut, maka warga masyarakat sekitar dapat memanfaatkannya untuk membuka lapangan pekerjaan. Seperti menyewakan kamar untuk para pengunjung, berjualan makanan, minuman, rokok, dan lain-lain. Warga masyarakat pun menjadi merasa tidak terganggu akan kehadian para Pekerja Seks Komersial dan tamu yang mengunjunginya.
Tetapi satu hal yang sering dikuatirkan oleh kebanyakan masyarakat kampung Sosrowijayan akan keberadaan Pekerja Seks Komersial dan para penggunjungnya adalah dampak negatif yang akan mempengaruhi perilaku pada setiap keluarga yang ada di kampung sosrowijayan, terutama terhadap anak-anak kecil yang belum cukup umur. Walaupun kegiatan yang dilakukan oleh para Pekerja Seks Komesial tersebut dilakukan pada malam, tetapi tingkah laku dan kebiasaan yang sering dipraktekkan setiap hari, seperti tatacara berpakaian, dan tutur kata yang sering diucapkannya, memang sangat mempengaruhi kondisi kepribadian anak-anak yang tinggal di kampung Sosrowijayan. Hal semacam itulah yang ditakuti oleh orang tua yang mempunyai anak dikampung Sosrowijayan, mereka takut kalau anaknya suatu saat akan meniru profesi yang kebanyakan dilakukan oleh Pekerja Seks Komersial yang tinggal di kampungnya. Masyarakat pun sebenarnya juga binggung dengan keadaan seperti ini. Karena disamping mendapatkan keuntungan dari adanya pengunjung yang datang dikampungnya, warga Sosrowijayan juga mendapat dampak negatif dengan adanya Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya.
Ibu Sastro sebagai salah satu warga kampung Sosrowijayan juga merasakan hal sama tentang keberadaan Pekerja Seks Komersial di kampungnya. Setiap hari kegiatan Ibu Sastro adalah berjualan nasi sayur pada pagi sampai sore hari dan ketika malam harinya Ibu Sasto juga membuka sebuah toko kelontong yang menjualkan makanan ringan, minuman, rokok, dan sebagainya. Kalau dilihat dari segi ekonomi Ibu Sastro memang sangat tergantung dengan kedatangan para pengunjung yang datang ke kampungnya. Tetapi Ibu Sastro juga khawatir dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dikampungnya, karena beliau mempunyai 2 putri yang masih duduk dibangku SMP. Sehingga Ibu Sastro takut kalau suatu hari kedua putrinya akan terpengaruh dengan keadaan lingkungan sekitar. Untuk itu Ibu kedua anak ini, selalu memberikan sebuah nasehat kepada kedua anaknya supaya tidak meniru hal-hal yang tidak baik dikampungnya dan selalu menghargai dan menghormati kepada para pekerja seks komersial yang tinggal dikampungnya.
Dari pihak perangkat desa setempatpun secara tidak langsung juga menerima akan kehadiran dari pihak Pekerja Seks Komersial yang tinggal di daerahnya. Karena dengan adanya Pekerja Seks Komersial dan tamu-tamu yang berkunjung di kampungnya, dari pihak kampung berhak untuk menarik pajak dari hasil kerja para Pekerja Seks Komersial di kampung Sosrowijayan. Selain itu dari pihak kampung juga meminta uang kebersihan kepada pengunjung yang akan masuk kedalam kampung Sosrowijayan, supaya kebersihan kampung dapat selalu terjaga. Pak Narto sebagai salah satu perangkat desa dikampung sosrowijayan, juga sering memberikan pesan kepada semua Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya untuk selalu menjalin hubungan baik dengan warga sekitar. Hal yang harus mereka dilakukan adalah dengan menghormati dan menghargai setiap hal yang dilakukan oleh warga kampung Sosrowijayan. Sehingga dapat mengantisipasi untuk tidak terjadi konflik antara kedua belah pihak.
Disamping itu kalau dilihat dari segi keamanan kampung, juga cukup membuat repot warga Sosrowijayan. Dengan adanya pengunjung dari luar daerah pasti akan memicu adanya suatu konflik baik antar pengunjung sendiri atau bahkan konflik antara warga masyarakat dengan pengunjung. Untuk itu warga masyarakat Sosrowijayan membuat sebuah organisasi yang bersifat sebagai koordinasi keamanan kampung sosrowijayan. Organisasi tersebut sering disebut dengan nama “AGASO”. Kegiatan yang sering dilakukan oleh “AGASO” adalah mengadakan siskamling keliling kampung pada waktu tengah malam sampai pagi hari. “AGASO” juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mencari informasi tentang keadaan kampung Sosrowijayan. Banyak dari para pengunjung yang sekedar main-main dikampung Sosrowijayan, yang bertanya tentang informasi di kantor “AGASO”. Anggotanya pun sangat ramah sekali terhadap para pengunjung yang datang dengan sikap ramah dan sopan. Dengan adanya organisasi keamanan dikampung Sosrowijayan diharapkan dapat menjaga keamanan kampung dari konflik-konflik yang tidak diingginkan. Sehingga warga kampung Sosrowijayan tidak merasa terganggu dengan adanya Pekerja Seks Komersial dan tamu-tamunya yang ada dikampungnya.
KESIMPULAN
Dari hasil wawancara yang telah kami lakukan, kami dapat menyesimpulkan bahwa pada dasarnya tidak ada budaya yang buruk atau yang lebih baik, karena setiap kebudayaan memiliki ciri khasnya masing-masing. Seperti halnya dengan seorang Pekerja Seks Komersial yang tinggal dikampung Sosrowijayan, mayoritas dari mereka adalah seorang perantau dari daerah lain yang mempunyai kebiasaan atau kebudayaan yang berbeda dengan daerah yang ditinggalinya sekarang. Para Pekerja Seks Komersialpun berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan menghargai dan menghormati setiap kegiatan yang ada dikampung Sosrowijayan. Misalnya kegiatan pengajian yang dilakukan setiap seminggu sekali dimasjid Sosrowijayan. Selain itu ibu-ibu kampung Sosrowijayan dan para Pekerja Seks Komersial juga sering mengadakan kegiatan olahraga bersama, yaitu senam disore hari pada hari selasa dan jumat. Kegiatan-kegiatan semacam itulah yang dapat mempererat hubungan baik antara warga masyarakat Sosrowijayan dengan Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya.
Begitupun juga warga sekitar kampung Sosrowijayan, mereka pada dasarnya menerima akan kedatangan dari Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya. Karena kalau dipandang dari segi ekonomi memang sangat menguntungkan bagi masyarakat Sosrowijayan. Sebab warga sekitar dapat memanfaatkannya untuk membuka usaha. Seperti menyewakan kamar, menjual makanan, minuman, rokok dan lain-lain. Tetapi ada hal lain yang selalu membuat khawatir warga Sosrowijayan akan keberadaan Pekerja Seks Komersial dikampungnya. Mereka takut kalau salah satu dari anggota keluarganya ada yang terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya. Untuk itu setiap orang tua dikampung Sosrowijayan selalu memberikan pengertian kepada setiap anaknya, supaya tidak terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan negatif yang ada dikampungnya. Serta selalu menghargai dan menghormati para Pekerja Seks Komersial yang tinggal dikampungnya.
Kampung Sosrowijayan adalah salah satu daerah yang berada di kota Yogyakarta, tepatnya berada di Jln. Pasar Kembang dan berada disebelah utara stasiun Tugu Yogyakarta. Mayoritas warga Yogyakarta dan sekitarnya mengetahui tentang keberadaanya sebagai tempat lokalisasi yang ada di Yogyakarta. Banyak juga wisatawan yang menganggap tempat ini sebagai salah satu tempat “obyek wisata”. Sehingga sering kali wisatawan dari luar kota yang ingin pergi kesana, walaupun hanya sekedar jalan-jalan dan cuci mata saja.
Dengan banyaknya orang yang berkunjung dikampung Sosrowijayan maka, kampung ini menjadi bertambah ramai. Para pengunjung biasanya datang pada malam hari, sekitar jam 9 malam sampai pagi hari. Bahkan ada juga yang menginap berhari-hari disana. Sehingga secara tidak langsung kedatangan para pengunjung yang datang ke kampung Sosrowijayan pada malam hingga pagi hari dapat mengganggu ketenangan setiap warga masyarakat Sosrowijayan. Tetapi didalam prakteknya, masyarakat sekitar Sosrowijayan dan bahkan warga masyarakat sepanjang Jln. Pasar Kembang malah seperti mendapat sebuah rejeki. Karena dengan semakin banyaknya para pengunjung kampung tersebut, maka warga masyarakat sekitar dapat memanfaatkannya untuk membuka lapangan pekerjaan. Seperti menyewakan kamar untuk para pengunjung, berjualan makanan, minuman, rokok, dan lain-lain. Warga masyarakat pun menjadi merasa tidak terganggu akan kehadian para Pekerja Seks Komersial dan tamu yang mengunjunginya.
Tetapi satu hal yang sering dikuatirkan oleh kebanyakan masyarakat kampung Sosrowijayan akan keberadaan Pekerja Seks Komersial dan para penggunjungnya adalah dampak negatif yang akan mempengaruhi perilaku pada setiap keluarga yang ada di kampung sosrowijayan, terutama terhadap anak-anak kecil yang belum cukup umur. Walaupun kegiatan yang dilakukan oleh para Pekerja Seks Komesial tersebut dilakukan pada malam, tetapi tingkah laku dan kebiasaan yang sering dipraktekkan setiap hari, seperti tatacara berpakaian, dan tutur kata yang sering diucapkannya, memang sangat mempengaruhi kondisi kepribadian anak-anak yang tinggal di kampung Sosrowijayan. Hal semacam itulah yang ditakuti oleh orang tua yang mempunyai anak dikampung Sosrowijayan, mereka takut kalau anaknya suatu saat akan meniru profesi yang kebanyakan dilakukan oleh Pekerja Seks Komersial yang tinggal di kampungnya. Masyarakat pun sebenarnya juga binggung dengan keadaan seperti ini. Karena disamping mendapatkan keuntungan dari adanya pengunjung yang datang dikampungnya, warga Sosrowijayan juga mendapat dampak negatif dengan adanya Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya.
Ibu Sastro sebagai salah satu warga kampung Sosrowijayan juga merasakan hal sama tentang keberadaan Pekerja Seks Komersial di kampungnya. Setiap hari kegiatan Ibu Sastro adalah berjualan nasi sayur pada pagi sampai sore hari dan ketika malam harinya Ibu Sasto juga membuka sebuah toko kelontong yang menjualkan makanan ringan, minuman, rokok, dan sebagainya. Kalau dilihat dari segi ekonomi Ibu Sastro memang sangat tergantung dengan kedatangan para pengunjung yang datang ke kampungnya. Tetapi Ibu Sastro juga khawatir dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dikampungnya, karena beliau mempunyai 2 putri yang masih duduk dibangku SMP. Sehingga Ibu Sastro takut kalau suatu hari kedua putrinya akan terpengaruh dengan keadaan lingkungan sekitar. Untuk itu Ibu kedua anak ini, selalu memberikan sebuah nasehat kepada kedua anaknya supaya tidak meniru hal-hal yang tidak baik dikampungnya dan selalu menghargai dan menghormati kepada para pekerja seks komersial yang tinggal dikampungnya.
Dari pihak perangkat desa setempatpun secara tidak langsung juga menerima akan kehadiran dari pihak Pekerja Seks Komersial yang tinggal di daerahnya. Karena dengan adanya Pekerja Seks Komersial dan tamu-tamu yang berkunjung di kampungnya, dari pihak kampung berhak untuk menarik pajak dari hasil kerja para Pekerja Seks Komersial di kampung Sosrowijayan. Selain itu dari pihak kampung juga meminta uang kebersihan kepada pengunjung yang akan masuk kedalam kampung Sosrowijayan, supaya kebersihan kampung dapat selalu terjaga. Pak Narto sebagai salah satu perangkat desa dikampung sosrowijayan, juga sering memberikan pesan kepada semua Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya untuk selalu menjalin hubungan baik dengan warga sekitar. Hal yang harus mereka dilakukan adalah dengan menghormati dan menghargai setiap hal yang dilakukan oleh warga kampung Sosrowijayan. Sehingga dapat mengantisipasi untuk tidak terjadi konflik antara kedua belah pihak.
Disamping itu kalau dilihat dari segi keamanan kampung, juga cukup membuat repot warga Sosrowijayan. Dengan adanya pengunjung dari luar daerah pasti akan memicu adanya suatu konflik baik antar pengunjung sendiri atau bahkan konflik antara warga masyarakat dengan pengunjung. Untuk itu warga masyarakat Sosrowijayan membuat sebuah organisasi yang bersifat sebagai koordinasi keamanan kampung sosrowijayan. Organisasi tersebut sering disebut dengan nama “AGASO”. Kegiatan yang sering dilakukan oleh “AGASO” adalah mengadakan siskamling keliling kampung pada waktu tengah malam sampai pagi hari. “AGASO” juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mencari informasi tentang keadaan kampung Sosrowijayan. Banyak dari para pengunjung yang sekedar main-main dikampung Sosrowijayan, yang bertanya tentang informasi di kantor “AGASO”. Anggotanya pun sangat ramah sekali terhadap para pengunjung yang datang dengan sikap ramah dan sopan. Dengan adanya organisasi keamanan dikampung Sosrowijayan diharapkan dapat menjaga keamanan kampung dari konflik-konflik yang tidak diingginkan. Sehingga warga kampung Sosrowijayan tidak merasa terganggu dengan adanya Pekerja Seks Komersial dan tamu-tamunya yang ada dikampungnya.
KESIMPULAN
Dari hasil wawancara yang telah kami lakukan, kami dapat menyesimpulkan bahwa pada dasarnya tidak ada budaya yang buruk atau yang lebih baik, karena setiap kebudayaan memiliki ciri khasnya masing-masing. Seperti halnya dengan seorang Pekerja Seks Komersial yang tinggal dikampung Sosrowijayan, mayoritas dari mereka adalah seorang perantau dari daerah lain yang mempunyai kebiasaan atau kebudayaan yang berbeda dengan daerah yang ditinggalinya sekarang. Para Pekerja Seks Komersialpun berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan menghargai dan menghormati setiap kegiatan yang ada dikampung Sosrowijayan. Misalnya kegiatan pengajian yang dilakukan setiap seminggu sekali dimasjid Sosrowijayan. Selain itu ibu-ibu kampung Sosrowijayan dan para Pekerja Seks Komersial juga sering mengadakan kegiatan olahraga bersama, yaitu senam disore hari pada hari selasa dan jumat. Kegiatan-kegiatan semacam itulah yang dapat mempererat hubungan baik antara warga masyarakat Sosrowijayan dengan Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya.
Begitupun juga warga sekitar kampung Sosrowijayan, mereka pada dasarnya menerima akan kedatangan dari Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya. Karena kalau dipandang dari segi ekonomi memang sangat menguntungkan bagi masyarakat Sosrowijayan. Sebab warga sekitar dapat memanfaatkannya untuk membuka usaha. Seperti menyewakan kamar, menjual makanan, minuman, rokok dan lain-lain. Tetapi ada hal lain yang selalu membuat khawatir warga Sosrowijayan akan keberadaan Pekerja Seks Komersial dikampungnya. Mereka takut kalau salah satu dari anggota keluarganya ada yang terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Seks Komersial yang ada dikampungnya. Untuk itu setiap orang tua dikampung Sosrowijayan selalu memberikan pengertian kepada setiap anaknya, supaya tidak terpengaruh dengan kegiatan-kegiatan negatif yang ada dikampungnya. Serta selalu menghargai dan menghormati para Pekerja Seks Komersial yang tinggal dikampungnya.
2 komentar:
terimakasih atas postingannya. bermanfaat buat tugas saya:)
Terima kasih, postinganya baik sekali smoga dapat menjadi referensi saya !!
Posting Komentar